Viktor Sirait, telah berpulang dini hari kemarin (18/2). Pria kelahiran Porsea, 17 Oktober 1974 ini dikabarkan wafat karena serangan jantung saat dirawat di RS Sentra Medika, Cibinong.
Dalam banyak orbituari di media massa, nama Viktor umumnya dikaitkan dengan perannya terkini sebagai komisaris independen PT Waskita Karya atau lebih sering lagi sebagai ketua umum Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP).
Penyematan seperti itu mungkin lebih mengesankan perannya sebagai orang yang aktif dalam kampanye politik lalu memperoleh ‘jatahnya’. Namun, yang jarang diketahui banyak orang, peran profesional maupun sosial Viktor telah lama terjadi sebelum itu.
Lulusan Teknik Mesin ITB ini aktif dalam organisasi sejak masih muda. Salah satu yang paling menonjol di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Ia terlibat dan dikenal sebagai suara yang cukup kritis di masa-masa emas reformasi.
Selepas itu, Viktor lebih banyak bekerja sebagai profesional dan pengusaha. Ia menempati posisi manajemen di bidang konstruksi, teknik hingga obat-obatan. Namun, di tengah kesibukannya dalam berbisnis, hampir semua juniornya di gerakan kemahasiwaan mengakui ia selalu peduli dan mendukung tiap upaya pembelajaran generasi muda.
Di balik meja kerja, Viktor tetap mengikuti dinamika politik dan upaya kritis terhadap kemajuan demokrasi di Indonesia. Keterlibatannya di Bara JP, saat Jokowi pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden 2014, adalah contoh turun gunung yang unik.
Hampir semua rekan-rekan Viktor aktivis di era 1998-2000 menaruh harapan besar pada sosok Joko Widodo bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Sejak mantan walikota Solo itu maju dalam pemilihan Gubernur Jakarta 2012, Viktor mengakui Jokowi adalah warna baru yang bahkan membuat generasi muda kembali peduli pada politik.
Bara JP mungkin dikenal sebagai salah satu barisan relawan Jokowi yang paling militan. Tak jarang dituduh sebagai organ bayaran partai atau kepentingan politik ekonomi tertentu. Apalagi sejak orang pentingnya kemudian ditunjuk menjadi komisaris BUMN.
Viktor adalah salah satu yang dituduh demikian, sejak ia jadi komisaris independen PT Waskita Karya. Profesionalitasnya sebenarnya bukan masalah untuk menjadi komisaris BUMN yang bergerak di bidang konstruksi itu. Pengangkatannya sendiri dua kali diterima RUPS tanpa masalah
Namun, pria empat puluh tujuh tahun ini nampaknya tak peduli pada ragam tuduhan miring. Ia melampaui peran relawan sekali pukul untuk satu momen. Cita-citanya akan kebebasan dan demokrasi tetap mewujud secara kritis, meski ia juga membantu pemerintah lewat kapasitasnya.

Di tahun 2017, Viktor merintis berdirinya portal berita Tagar.id. Kanal ini cukup berkembang menjadi alternatif yang mencerahkan untuk pembaca media digital di Indonesia.
Meski cukup banyak pemberitaan positif, Tagar juga memberi ruang untuk kritik. Independensi dan tata kelola profesional adalah ciri media ini. Tiap wartawannya tidak boleh terlibat dalam politik praktis atau menjadi pengurus partai politik, demikian pula kontributornya.
“Kita berharap tatanan masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam mengetahui dan bersikap terkait melimpahnya informasi dan evolusi teknologi,” ungkapnya kala ditanya soal visi media Tagar.
Cita-cita Viktor sebenarnya tak muluk. Itu adalah hasrat akan masyarakat yang maju dan menjunjung kebebasan dalam demokrasi. Namun, asa itu mungkin tidak bisa dikerjakan sekali jadi. Butuh jiwa relawan sekaligus profesional, bertarik berimbang dalam mengembannya. **RS
Foto: Tagar.id