Press "Enter" to skip to content

Merinci Kasus Penyelewengan Dana BOK

Kita beberapa kali mendengar kasus-kasus penyelewengan dana bantuan operasional kesehatan (BOK) di sejumlah tempat.

Kasus penyelewengan seperti di Lampung Utara, Bulukumba, Kota Bogor, Nias Selatan, Mimika dan beberapa tempat lain telah menghiasi pemberitaan selama tahun ini. Apalagi di tengah sibuk dan daruratnya penanganan pandemi Covid-19.

Apakah alokasi dana ini memang sedemikian mudah diselewengkan?

BOK di lingkup Kementerian Kesehatan dalam banyak aspek mirip dengan bantuan operasional sekolah (BOS) di lingkup Kementerian Pendidikan atau bantuan operasional pesantren (BOP) di lingkup kementerian agama.

Yang disasar oleh bantuan ini adalah lembaga yang langsung bekerja di level masyarakat, yang dalam konteks kesehatan utamanya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan juga Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, dan lainnya.

BOK diperuntukkan untuk kegiatan kesehatan yang wajib dilaksanakan oleh lembaga kesehatan seperti imunisasi, penyuluhan kesehatan, pemantauan kesehatan bayi dengan gizi buruk, rapat pegawai, belanja obat habis pakai, atau akomodasi tenaga honor.

Dalam banyak kasus, penyelewengan ini sering kali terjadi di tingkat Puskesmas atau Dinas. Anggaran yang cukup sering dipotong adalah tunjangan untuk tenaga honorer.

Ambil contoh kasus terbaru di Puskesmas Siborongborong, Tapanuli Utara. Dana akomodasi yang seharusnya menjadi hak tenaga honor tidak sepenuhnya diterima oleh yang bersangkutan.

SD, salah seorang pegawai honorer Puskesmas Siborongborong, mengaku diminta menandatangani tanda terima dana akomodasi sebanyak 24 kali, selama triwulan Januari-Maret 2020. Dengan besaran Rp 50.000 setiap kali kegiatan dan seharusnya ia memperoleh Rp. 1.200.000.

Tetapi saya cuma dapat empat ratus ribu. Teman-teman honorer yang lain juga begitu. Bahkan ada satu teman yang tidak dapat dana akomodasi sama sekali, tanda tangan dia dipalsukan,” akunya.

Baca juga:  Pancasila Tidak Lahir Juga Tidak Sakti

Ternyata tak hanya di triwulan pertama. Selama April-Juni 2020, saat upaya pencegahan pandemi Covid-19 kian digencarkan, SD hanya memperoleh Rp. 300.000 dari jumlah sebesar Rp. 2.350.000 yang seharusnya diterimanya berdasarkan 47 kali penandatangan dana akomodasi.

Lebih parah di triwulan ketiga, nama saya tidak dimasukkan lagi dalam daftar nama penerima akomodasi tenaga honor padahal diikutkan dan wajib melakukan kegiatan Puskesmas Siborongborong seperti kegiatan imunisasi ke sekolah-sekolah,” imbuh SD.

SD juga menyebut modus lain yaitu penyunatan dana pada program pemberian makanan tambahan (PMT) kepada warga dengan potensi gizi buruk.

Kasus penyelewengan BOK Puskesmas Siborongborong kini tengah dilimpahkan di Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara. Namun, kasus ini kembali mengingatkan bahwa ada problem yang cukup menganga terkait kemungkinan penyelewengan dana ini.

Merinci tiap kasus seperti ini di banyak tempat nampaknya kini menjadi satu keharusan demi mengevaluasi sistem yang ada.

Birokrasi anggaran kerap menunjukkan tingkat kerumitannya, pada titik tertentu para tenaga kesehatan akhirnya “mengikhlaskan saja” bila pekerjaannya seolah tidak dihargai oleh negara. Di sisi lain, kerumitan itu herannya ternyata masih bisa diakali oleh pemegang kekuasaan.

Dalam banyak kasus yang paling sering jadi korban adalah pelaksana lapangan di level yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Imbasnya, layanan terhadap masyarakat pun cukup banyak terdampak. **RS

Foto: Metrorakyat.com