Pemuda dan perempuan adalah dua kekuatan besar yang dimiliki setiap komunitas dan negara-bangsa. Sejarah kita telah membuktikan hal itu. Soekarna, Hatta, Amir Syarifuddin, Johanes Leimena, A.Y. Patti, Kayadoe, dan lain-lain. Mereka menjadi pemimpin sejak masih muda. Jadi, tidak tepat jika disebut pemuda adalah pemimpin masa depan. Pemuda adalah pemimpin masa kini.
Pemuda yang dimaksud di sini bukan hanya laki-laki, termasuk juga perempuan di dalamnya. Kita punya banyak tokoh perempuan yang juga sudah berkiprah sejak muda. Sayangnya, sejarah mereka, kaum perempuan, tertutupi oleh sejarah kaum laki-laki.
Patriarkhisme adalah biang keroknya. Budaya patriarkhi yang memalsukan kesadaran bahwa perempuan hanya mengurusi soal domestik sedangkan laki-lakilah yang tampil di ruang-ruang publik.
Dalam konteks sebagian masyarakat, laki-laki yang dimaksudkan di sini pun adalah laki-laki tua. Karena itulah dalam masyarakat patriarkhis, sosok orang tualah yang sering didaulat sebagai pemimpin dan mereka begitu mendominasi.
Kepemimpinan orang tua disebut gerontarkhi. Untuk melanggengkan kekuasaan kaum tua, pendukung loyalnya mengusung slogan yang ahistoris dan irelevan di atas: Pemuda adalah pemimpin masa depan. Hal ini terjadi dalam berbagai komunitas. Mulai dari komunitas agama sampai komunitas masyarakat, bangsa, dan negara.
Tampilnya orang tua dan laki-laki yang mendominasi adalah kemunduran sejarah. Di masa perebutan kemerdekaan dan pergerakan nasional, para pemudalah yang berada di garda terdepan. Bukan hanya dalam revolusi fisik, tetapi juga dalam gerakan pemikiran.
Bahkan, di dalam dominasi patriarkhi, kita melihat sosok-sosok perempuan kapista (tangguh dan berani) tampil dengan cemerlang. Nama-nama tenar seperti Martha Kristina Tiahahu, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, juga Kartini, tidak diragukan lagi kiprah mereka di sejarah.
Lebih jauh, di era Reformasi kita sudah memiliki presiden perempuan. Lalu, kita juga mengenal sosok-sosok hebat seperti Tri Rismaharini (Walikota Surabaya) dan Indah Putri Indriani (Bupati Luwu Utara). Mereka cerdas, tegas dan berani dalam memimpin, jauh melebihi pimpinan-pimpinan laki-laki (tua) di kota dan kabupaten lain.
Semua fakta di atas memperlihatkan bahwa kepemimpinan pemuda dan perempuan tidak boleh diremehkan, bahkan sangat diperlukan di masa sekarang ini. Kita butuh sosok-sosok visioner dan kreatif serta berbelas kasih. Orang-orang yang mau melayani dengan totalitas dan dedikasi serta berani melakukan terobosan-terobosan besar dan berarti. Dan kualitas-kualitas tersebut banyak terdapat dalam figur pemuda dan perempuan.
Pemuda dan Perempuan untuk Memimpin Daerah dan Bangsa
Dalam konteks kepemimpinan daerah dan nasional, kita butuh sosok-sosok pemuda/pemudi seperti Indah Putri Indriani. Karirnya tentu masih panjang dan akan diuji oleh waktu. Namun, kita patut mendukung dan mendoakan pribadi-pribadi seperti itu, supaya mereka dapat terus berbuat yang terbaik bagi daerah dan bangsanya.
Kita tahu, di masa reformasi, banyak pemimpin muda yang menjanjikan bermunculan. Namun banyak pula dari mereka yang bertumbangan karena kasus-kasus korupsi. Beberapa nama tenar seperti Nazaruddin, Angelina Sondakh, Andi Malarangeng, dan Anas Urbaningrum. Mereka politisi-politisi muda yang menjanjikan di kala itu, namun tumbang di saat partainya berkuasa karena korupsi. Power tends to corrupt. Ini realitas yang harus selalu diwaspadai.
Korupsi dan kejahatan lain itu tidak tergantung usia dan gender. Usia berapapun dan gender manapun bisa melakukannya. Kekuasaan selalu memproses dan menguji kematangan pribadi dan politik. Karena itu, kita berharap dan berdoa politisi-politisi muda yang tampil, serta pekerja-pekerja sosial dan demokrasi yang bermunculan akan tetap mawas diri.
Itu sebabnya, kita perlu mempertimbangkan dengan sungguh kriteria pokok dalam mencari dan memilih pemimpin, yakni kompetensi, karakter, dan rekam jejak yang bersih juga konsisten. Inilah ukurannya.
Dengan ukuran itu, kita patut membuat langkah politik afirmatif untuk mendorong dan mendukung pemuda dan perempuan dalam konteks masyarakat yang gerontarkhis dan patriarkhis. Ada banyak pemuda dan perempuan seperti bupati Luwu Utara itu. Dan kita perlu membangun iklim demokrasi yang memungkinkan munculnya pemuda dan perempuan kapitasta seperti itu untuk memimpin dan memajukan daerah dan negara.
Berani Bilang Tidak!
Kita harus berani bilang tidak (lagi) untuk pemimpin-pemimpin tua yang miskin kreativitas dan inovasi. Gagal di kota atau kabupaten, tidak bisa lagi memimpin di level propinsi dan negara. Itu hukumnya. Tidak setia dan tidak berhasil dalam perkara-perkara kecil, maka tidak bisa diberikan perkara-perkara yang lebih besar. Melanggar hukum ini, berarti siap menerima bencana sosial yang lebih besar.
Apalagi, orang-orang yang korup dan menjalankan politik dinasti untuk memperkaya keluarga sendiri terus diberikan amanat untuk memimpin. Percayalah, sedikit uang yang diberikan di masa pemilihan, dan sebuah jabatan kecil yang dijanjikan hanyalah trik politik untuk merampok kekayaan dan keuntungan yang lebih besar.
Maka, jangan pernah terikat “utang budi” dalam politik praktis . “Kita memilih dia karena sudah bantu anak saya menjadi PNS. Atau, karena dia sudah membantu kami saat kami butuh.”
Alasan-alasan seperti itu jangan lagi dipakai dalam memilih. Pejabat adalah pelayan masyarakat, yang dalam pengabdian dilakukan tanpa pamrih. Malah membantu sesama adalah kewajiban kemanusiaan dan agama.
Jadi, kalau ada yang menolong kita, orang yang memberi pertolongan pun harus berterima kasih sebab sudah mendapat kesempatan menjalankan kewajibannya. Jadi, relasi yang terbangun di sini adalah relasi subjek-subjek yang setara, yang menghilangkan relasi balas budi yang sifatnya subjek-objek, yang sering dipakai untuk memanipulasi.
Masyarakat yang cerdas harus berani bilang tidak pada politik balas budi dan manipulatif. Untuk kemajuan semua, kita mesti keluar dari perangkap-perangkap seperti itu. Kita mendorong dan mendukung orang-orang muda dan perempuan yang cerdas, kreatif, penuh belas-kasih, dan berani membela serta memajukan kesejahteraan rakyat.
Mana Pemuda dan Perempuan di Daerahmu?
Lewat tulisan kecil ini, saya sekaligus ingin mengajak kita menyodorkan nama-nama pemuda dan perempuan yang kita pandang memiliki kompetensi, karakter, dan rekam jejak yang baik, serta berkomitmen memajukan daerah dan bangsanya. Saya percaya di setiap daerah ada orang-orang yang demikian.
Jangan serahkan proses politik itu sepenuhnya kepada partai politik. Kita mengetahui bagaimana buruknya proses kaderisasi dan feodalisme di tubuh Parpol di negara kita.
Mari kita bantu dengan membuka diskursus publik melalui media yang ada untuk mendorong munculnya figur-figur pemuda dan perempuan yang kompeten, kreatif, berkarakter (jujur dan bersih), mempunyai rekam jejak yang baik, dari berbagai kalangan dan profesi.
Ayo kita gairahkan kehidupan sosial politik dengan harapan-harapan baru dengan insan-insan perempuan dan pemuda yang berdedikasi.
Mana pemuda dan perempuanmu?
Penulis: Hariman A. Pattianakotta (Pendeta Universitas Kristen Maranatha)
Foto: Dok. Pemerintah Kab. Luwu Utara