Press "Enter" to skip to content

Kuliah Desain, Kenapa Tidak?

Jurusan Desain kini menjadi salah satu program studi favorit di banyak universitas. Geliatnya bahkan sudah terasa sejak belasan tahun lalu.

Spesifikasi lebih khusus seperti desain grafis atau desain komunikasi visual, desain interior, desain produk, hingga fashion design adalah rentang yang begitu luas untuk dipelajari sebagai program studi. Apa pun jurusan lebih spesifiknya, di kebanyakan kampus kemampuan menggambar seringkali menjadi syarat untuk tes masuk bidang studi desain.

Namun, ternyata tidak semua kampus menerapkan hal tersebut. Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Kristen Maranatha, misalnya, tidak mencantumkan tes gambar sebagai syarat penerimaan.

Dalam rubrik Ngobrol Santai di FOKAL Channel, Wakil Dekan FSRD Universitas Kristen Maranatha, Isabella Isthipraya Andreas mengungkap hal tersebut. Menurut Bella, panggilan akrabnya, cara ini setidaknya ingin merefleksikan ulang bahwa kemampuan menggambar adalah hal yang bisa dilatih.

Lagipula waktu kita kecil umumnya suka menggambar, hanya porsi untuk melatihnya perlahan berkurang setelah kita dewasa. Cukup banyak mahasiswa di kampus, yang baru berlatih intens menggambar setelah kuliah di FSRD, dan peningkatannya cukup signifikan, setelah lulus,” ungkap Bella.

Bella menambahkan bahwa perkuliahan desain utamanya bukan pada skill menggambar, meski itu kemampuan dasar yang mesti dimiliki seorang desainer. “Yang lebih utama kemampuan menuangkan ide dan menghayati konsep estetikanya, jadi bukan sekedar bisa menggambar,” lanjutnya.

Hal ini pula yang mungkin menjadi titik berat mengapa seni desain dipelajari secara akademik. Karena jika sekedar skillnya, orang bisa saja menjadi desainer tanpa menempuh studi diploma atau sarjana. Namun, pemahaman konseptual dan teoritis menjadikan studi desain tidak sekedar unjuk keterampilan teknis.

Harus diakui di kita memang kemajuan industri desain dibandingkan dengan pendidikannya terlalu senjang. Tidak sinkron dan jauh ketinggalan,” papar dosen lulusan FSRD Institut Teknologi Bandung ini.

Baca juga:  Saatnya Desain Fashion Bertanggung Jawab bagi Kehidupan

Ia mencontohkan bagaimana program studi desain fashion masih begitu minim diapresiasi sebagai studi tersendiri. “Orang mungkin kebanyakan mengira itu cuma ketrampilan menjahit busana, padahal kalau ditekuni secara akademis itu kan melibatkan trend forecasting, yang pastinya meninjau dari sisi sosial-budaya masyarakat.

Dunia desain memang sudah sangat pesat berkembang dan telah menjadi kebutuhan di banyak industri. Apalagi setelah teknologi digital meluas. Desainer kini punya sekian banyak kesempatan untuk mengusung kreativitasnya.

Perkuliahan desain di Indonesia – meski masih terlunta mengejar industri – tetap punya peluang besar. Jadi mengapa tidak mengambil bidang studi ini? **RS

Foto: Unsplash