Pemerintah merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua 2020 menjadi sekitar minus 4,3%.
Angka ini lebih minus dari prediksi sebelumnya sekitar minus 3,8%. Meski demikian, ini masih jauh lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Survei Reuters menyatakan ekonomi negara-negara di Asia Tenggara diperkirakan merosot 37,4 persen dari kuartal sebelumnya.
Beberapa kali presiden Jokowi menyampaikan pencapaian ini terjadi karena Indonesia tidak sepenuhnya menerapkan lockdown, namun memilih PSBB dalam upaya mencegah penularan Covid-19. Ini yang membuat kegiatan ekonomi masih bisa berlangsung, meski jauh berkurang.
Namun, bukan berarti resesi yang telah dialami negara tetangga seperti Singapura, tidak akan berdampak pada Indonesia. Perlambatan ekonomi ini akan mempengaruhi iklim investasi dan juga ekspor-impor dengan Indonesia. Apalagi negara seperti Singapura adalah salah satu bagian terbesar arus investasi dan ekspor Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah menyatakan bahwa Indonesia harus bersiap mengalami resesi jika pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal III 2020 tetap negatif.
Resesi, atau yang lebih parah krisis, mungkin merupakan bahasa yang lebih makro. Dalam tingkatan keseharian tanda-tanda resesi atau perlambatan ekonomi sebenarnya dapat segera dikenali oleh masyarakat awam.
Hal yang paling segera terasa adalah penurunan pendapatan dan belum adanya kepastian kapan pendapatan tersebut akan pulih. Gejala yang juga segera jelas terlihat masih tingginya arus pemutusan hubungan kerja dan belum terbukanya banyak lapangan kerja pengganti.
Masyarakat kelas bawah juga dapat mengenali krisis jika bantuan pemerintah masih merupakan hal yang penting untuk kebutuhan keseharian. Selama bantuan sosial ini masih genting, berarti pemulihan ekonomi belum terjadi.
Pasar pun akan segera mengenali tanda awal resesi dengan menurunnya daya beli masyarakat. Pada masyarakat di level menengah yang agak bawah ditandai dengan penggunaan tabungan sebagai konsumsi. Sementara di level kelas menengah atas, itu terlihat dari penundaan investasi.
Gejala yang demikian sebenarnya sudah cukup mencuat saat ini. Jika berlanjut sampai tiga bulan ke depan, tentu ini akan menjadi perlambatan yang cukup panjang. **RS
Foto: Instagram/Smindrawati