Drama Korea boleh jadi tontonan seri terbanyak yang digandrungi sekarang, meski porsinya kini lebih banyak lewat tontonan yang lebih privat ketimbang televisi. Namun seri Mandarin juga pernah menjadi warna tersendiri tontonan warga kita.
Era 1990-2000 adalah porsi terbesar televisi Indonesia menyiarkan seri wuxia, atau kung fu klasik Mandarin. Kebanyakan merupakan penayangan ulang seri-seri televisi Hong Kong, TVB, dari era 1980-1990-an.
Mulai 1992, RCTI menayangkan seri seperti Siluman Ular Putih yang langsung dilanjut serial Pendekar Ulat Sutra. Dua seri ini ditayangkan pada jam utama. Ada pula Justice Bao yang memiliki jam tayang lebih malam. Serial tentang hakim dari Kaifeng ini kemudian ditayangkan kembali oleh TPI.
TPI mulanya menayangkan seri kolosal seperti The Grand Canal serta Pedang dan Kitab Suci. Seri-seri lain seperti Drunken Fist, Kung Fu Master, The Great Conspiracy dan Pendekar Rase Terbang juga punya penggemar tersendiri.
Indosiar ada di puncak trend ini, saat menayangkan dua seri dari trilogi Pendekar Rajawali, yaitu Kembalinya Pendekar Rajawali dan Pedang Pembunuh Naga. Seri lain seperti Pertarungan Si Kembar, Pendekar Negeri Tai Li dan Pendekar Empat Alis juga terbilang sukses, meski tak sebesar dua pendahulunya. Kesuksesan itu mungkin baru dapat disamai seri Kera Sakti.
Karena dari Hong Kong, sebagian seri ini ada yang berbahasa Kanton, bukan Mandarin. Namun, karena sudah di-dubbing, kita tak lagi melihat perbedaannya. Uniknya, di Indonesia, penamaan tokoh, jurus dan tempat justru lebih banyak memakai dialek Hokkian.
Misalnya saja, di seri Pendekar Rajawali, kita lebih mengenal nama tokoh Yo Ko, alih-alih versi Kanton, Yeung Gor, atau versi Mandarinnya, Yang Guo. Hal ini mungkin agar lebih dimengerti oleh orang Indonesia yang sudah lebih kenal dahulu kisah novelnya di dialek Hokkian.
Selain karena alur cerita dan aksinya, serial wuxia ini pun kerap diingat karena soundtrack yang umumnya merupakan terjemahan dari versi asli. Kita tentu tak lupa lagu Siapa Yang Merubah Hatiku yang dibawakan Yuni Shara, atau lagu Kera Sakti yang bernuansa rap.
Namun, genre wuxia bukanlah warna satu-satunya serial Mandarin di Indonesia. Ada juga seri dengan latar gangster seperti Api dan Cinta, roman klasik seperti Putri Huan Zhu atau drama romantis seperti Kabut Cinta dan belakangan seri Taiwan, Meteor Garden.
Saat serial-serial Mandarin itu booming, film-film berlatar serupa pun laris menghias layar kaca. Umumnya ada di genre wuxia, horor (terutama dengan tokoh vampir), komedi atau kehidupan gangster. Boleh dibilang era ini adalah eranya Mandarin Attack. **RS
Foto: Solopos