Pandemi Covid-19 mungkin membuat orang mempertimbangkan kembali bayangan dan impian mereka. Termasuk soal arsitektur rumah.
Kasus dimana ada anggota keluarga yang harus menjalani karantina mandiri, misalnya. Atau bagaimana mendesain rumah sehingga membuat nyaman untuk bekerja dan belajar. Juga kemungkinan untuk menghasilkan sendiri beberapa bahan makanan pokok.
Ide-ide inilah yang ditampung dalam kompetisi dan workshop yang digelar Architects Regional Council Asia (Arcasia), Arsitek Muda (ACYA) dan Forum Arsitek Muda Yogyakarta (YYAF).
Tema utama dari kompetisi bertajuk ACYA-YYAF #WFH Design Challenge 2020 ini adalah mendesain rumah impian yang merespon situasi pandemi.
Kompetisi dan penjurian yang berlangsung secara virtual ini terbuka bagi para arsitek muda, yaitu yang berusia di bawah 41 tahun, dari 21 negara yang merupakan anggota Arcasia.
Meski tanpa hadiah signifikan, ternyata tantangan agar para arsitek bersumbangsih di tengah pandemi disambut sangat antusias.
Ada 186 karya yang mendaftar untuk bertanding pada kompetisi ini. Dimana terdapat 109 karya arsitek profesional dan 77 karya mahasiswa arsitektur.
Konsep-konsep yang diusung pun sangat beragam. Ada yang menekankan konsep rumah yang lebih manusiawi, ada pula yang lebih mendekatkan manusia pada alam. Sementara ada yang mengusung konsep tempat aman dari virus.
Vinsensius Gilrandy Santoso dan Sri Rahma Apriliyanthi dari Indonesia meraih juara pertama dengan karya Ati Desa. Disusul oleh pemenang kedua Veronica Tan Yen Ching dari Malaysia berjudul Spacey Flex House.
Juara ketiga ketiga merupakan peserta dari India, Adish Patni, dengan karya House Humane. Sementara juara keempat berasal dari Malaysia, Rien Tan Kwon Chong dan Howie Lam Chee Hau dengan konsep rumah Wanderlust. Terakhir, adalah peserta Filipina, Jerica Rivera dan Almer Viado dengan karyanya Terrasafe.
Konsep Ati Desa dari Gilrandy dan Sri dianggap cukup revolusioner karena menggabungkan beberapa keperluan utama.
Ati Desa membagi lahan dalam empat zona yakni zona rumah inti, lumbung makanan, taman biotope atau kebun, serta lahan kosong.
Keempat zona tadi dirancang agar pasangan muda atau keluarga kecil untuk berinteraksi dengan lingkungan pasca pandemi.
Ada konsep rumah tumbuh yang mungkin dibuat untuk keperluan ruang isolasi misalnya. Juga ada tempat untuk berkebun dan ruang yang lebih rileks demi memelihara kebugaran fisik dan kesehatan mental.
“Desain ini membuktikan bahwa ilmu arsitektur juga mampu mewadahi orang untuk bisa berolahraga dan rileks, bukan hanya menciptakan ruang fungsional,” ungkap Vincensius sebagaimana dikutip Kompas, Kamis (28/5).
Ide-ide arsitek muda ini tentu menjadi refleksi menarik. Membuat kita mempertimbangkan ulang hal-hal mendasar di keseharian, termasuk desain rumah. **RS
Foto: Unsplash