Bagi saya humor itu menarik untuk diselami lebih dalam. Humor membuat kita melihat peristiwa dari perspektif yang tepat dan menjaga kita tetap lebih besar daripada perbuatan kita sendiri dan atau peristiwa yang kita alami.
Orang humoris itu konon tak mudah patah oleh rupa-rupa peristiwa. Pendek kata, humor dalam kadar atau porsi yang tepat menolong orang untuk tidak mudah ‘jenggirat’ (Jawa: terkaget-kaget).
Mungkin kita masih ingat sejumlah meme tentang peristiwa bom Sarinah. Hanya dalam hitungan jam, sebagian besar penduduk Indonesia menunjukkan kemampuan humornya. Muncul meme-meme yang bikin ketawa ngakak. Belum lagi aneka berita soal aksi kece polisi kita, soal polisi ganteng dengan tas dan sepatunya branded. Ah, bangsa ini memang paling bisa tertawa!
Daya resilient yang tampil dalam langgam humor itu barangkali salah satu cara bertahan dari guncangan skenario hidup. Salah satu cara meneriakkan ketidaktakutan. Takut itu sebenarnya sesuatu yang wajar. Tak perlu dihindari. Tak usah didustai. Tetapi di atas rasa takut ini humor adalah resilientnya orang-orang Indonesia yang mengajarkan bahwa hidup harus terus jalan.
Daya resilient lain yang menjadi sorotan dan bahan humor meme adalah keberadaan penjual sate yang hanya beberapa meter dari ground zero. Memang ada guncangan tetapi sate tetap harus dibakar. Diam-diam saya kagum dengan ‘resilient‘ para pedagang kecil ini. Saya takjub dengan cara mereka menertawakan tragedi!
Tetapi saya berkeyakinan lain. Humor adalah tanda resilient. Orang yang paham betul apa artinya urip mung mampir ngombe, hidup hanya sesaat seperti orang mampir untuk minum.
Daya resilient ini juga merasuk dalam diri seorang waria yang dijumpai kawan saya di pinggir jalan. Hebohlah dia bergoyang dan berdendang lagu ‘Sambalado’. Saking asyiknya, kemben pun melorot. Tertawa terbahak-bahak ia sambil menaikkan kembali kemben. The show must go on! Justru disitu letak keanggunannya melakoni hidup yang keras.
Hidup ini sarat narasi tak terduga. Sembarang waktu tragedi bisa datang menghampiri. Tak ada resep untuk menghindar. Tetapi di hati kita masing-masing ada daya resilient untuk tetap melanjutkan hidup. Daya resilient yang paling sederhana adalah dengan tertawa. **YDR
Foto: Pixabay